Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2010

>>> kau ditakdirkan untuk sendiri bung!!! nikmatilah...<<<©

Gambar
Perjalanan panjang itu pun masih berlanjut.... Tenang.... Aku sudah siap untuk menjalaninya.... Sudah siap untuk yang kesekian kalinya.... Ya.... Akan selalu siap.... Perjalanan panjang itu pun belum juga menemukan titik terang.... Suram.... Aku sudah terbiasa menjalani kesuraman ini.... Sudah membiasakan diri untuk kesekian kalinya.... Ya.... InsyaALLAH nanti aku akan menemukan cahaya itu.... Kenikmatan ini sudah biasa dilalui.... Nikmat memang..... Aku tak harus pusing untuk menjalani kenikmatan ini.... Sudah dijalani koq.... Ya.... Sambil berdo'a "Ya Rabb jangan biarkan hamba sendiri...." nb : Mrioo berjuanglah!!!

Full Time Mother

Dia seorang wanita cerdas, terlahir di keluarga berada, lulusan sebuah perguruan tinggi ternama di Bandung dan memiliki kemampuan di atas perempuan biasa. Semangatnya tinggi untuk belajar, dan itu dia buktikan ketika dia harus menemani sang suami menyelesaikan doktornya di Jerman. Dalam waktu setahun, ia mampu menguasai bahasa Jerman, sehingga hampir semua urusan bank, asuransi kesehatan, urusan dengan imigrasi ataupun urusan sehari-hari yang memerlukan penguasaan bahasa Jerman dapat ia selesaikan sendiri tanpa harus merepotkan sang suami. Alhamdulillah dengan dukungan isterinya tersebut, sang suami mampu menyelesaikan program doktornya tepat pada waktunya 3 tahun, walaupun umumnya banyak kasus perpanjangan karena beratnya syarat kelulusan doktor. Perannya sebagai seorang isteri yang mampu mensupport suami tidaklah diragukan. Dia, sebutlah namanya Tari adalah seorang isteri dan ibu yang mandiri. Tetapi bukan hanya itu, yang membuatnya berbeda adalah dia seorang full time mother da

Ibu Jangan Kerja

“Ibu jangan kerja,” suara Naufal terdengar parau, dia baru bangun tidur. Aku yang tengah memasang jilbab menoleh ke arahnya. “Ibu kerja sebentar kok, Naufal di rumah sama ayah ya,” pintaku seraya menghampirinya. Kebetulan hari ini suamiku libur, jadi kupikir dia bisa lebih tenang dari biasanya. Dia menggelengkan kepala, kulihat wajahnya mulai merebak tanda akan menangis. Hampir tiap hari aku harus membujuknya agar dia tidak menangis ketika melepasku berangkat kerja. Sebenarnya aku kasihan melihat dia menangis setiap kali kutinggal berangkat kerja. Jujur, jauh dihati kecilku, aku ingin semua waktuku kuberikan pada anak semata wayangku ini. Aku ingin terus berada di samping dia, menemaninya sepanjang hari. Tapi keadaan mengharuskan aku bekerja, karena tidak mungkin kami hanya mengandalkan gaji suamiku yang hanya seorang guru honorer. Walaupun aku hanya bekerja di perusahaan kecil, setidaknya gajiku bisa membantu mencukupi kebutuhan kami bertiga dan biaya sekolah Naufal kelak. Untu